Satu pagi beberapa minggu lalu, sengaja saya berjalan-jalan blusukan pasar di belakang mangkunegaran. Pasar Legi, salah satu pasar yang secara pribadi cukup nyanthol di hati. Pasar tradisional memang buat saya sangat menarik, tempat publik yang juga berfungsi secara ekonomis sekaligus menjadi roh masyarakat. Pasar, yang bagi orang Jawa pada akhirnya memunculkan regulasi dalam berekonomi, disebut “pasaran” yang mengikuti urutan hari penanggalan Jawa Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi yang mana sesuai urutan tersebut masyarakat secara bergantian meramaikan beberapa pasar secara berurutan.
pasar legi pagi hari sudah mulai berjajar parkir motor, becak, sepeda, mobil...satu wadah banyak tawaran penggugah selera eeeehhhhmmm
Kembali ke Pasar Legi, pagi jajan pasar sangat mengelitik hasrat saya untuk melangkah segera memasuki area pasar. Dan berbagai tawaran sajian khas sempat melayangkan memori saya untuk kembali “pulang” ke kampung halaman, yang setiap paginya ibu saya menyempatkan ke pasar sekedar mencari camilan jajan pasar untuk saya sewaktu saya kembali ke rumah.
Pasar Legi, sangat menarik. Pasar ini memiliki pengaturan waktu yang unik, sehingga nyaris 24 jam pasar ini bisa hidup dengan pembagian yang meramaikan setiap sudutnya. apalagi sewaktu bulan puasa atau menjelang hari-hari besar. nyata-nyata menjadi pasar 24 jam di Solo.
raleigh muda mulus yang kutemui di dalam pasar Legi, dengan transfer merk yang komplit, dan cat ori.
Hehehehe…lagi-lagi mata tidak bisa lepas dari yang namanya sepeda lawas. Ternyata “bike to work” sudah mendaging dan mendarah bagi ibu-ibu pedagang keliling yang pada pagi buta harus kulakan ke pasar-pasar tradisional, lalu mengusung dagangan mereka ke keranjang di boncengan belakang dan menjelang pagi ibu-ibu kartini ini berkeliling sepanjang jalan kampung untuk menawarkan berbagai kebutuhan dapur bagi ibu-ibu yang mungkin tidak sempat ke pasar atau karena rumah jauh dari pasar.
Anggapan pasar tradisional yang sepi karena mall saya rasa tidak akan mungkin. Karena masing-masing memiliki pangsa pasar dan target pasar yang tetap.
kartini-kartini bersepeda, bike to work
- ibu-ibu yang siap dengan sepedanya berkeliling menjajakan dagangan
Kembali ke sepeda….kembali ke pasar tradisional… Buat ibu-ibu yang tetap setia dengan sepedanya untuk bekerja dan senantiasa menggelindingkan roda emansipasi…”salut sekali dengan panjenengan-panjenengan…”. Seorang Amerika Susan B. Anthony yang berkata dalam New York World tanggal 2 Februari 1896: “Let me tell you what I think of bicycling. I think it has done more to emancipate women than anything else in the world. It gives women a feeling of freedom and self-reliance. I stand and rejoice every time I see a woman ride by on a wheel…the picture of free, untrammeled womanhood.“